SITUS WARISAN BUDAYA MAKAM MBAH KUWU SANGKAN CIREBON

gelar gelar pangeran cakrabuana

Raden Walangsungsang atau Mbah Kuwu Sangkan adalah pendiri kota Cirebon.  Yang menyebarkan agama Islam di kota Cirebon  Beliau juga mempunyai beberapa gelar nama yaitu :
1.      Ki Shomadullah
Dalam perjalananan mengembaranya yang spiritual, beliau beristirahat di rumah Ki Danuwarsih (seorang pendeta Budha). Beberapa hari kemudian datanglah Rarasantang adiknya yang juga sama dengan Raden Walangsungsang yang meninggalkan keraton, yang mencari kakaknya (Walangsungsang). Betapa bahagianya bertemu dengan adiknya, Raden Walangsungsang langsung memeluk dan menciumnya. Akibatnya menimbulkan kecemburuan bagi Nyi Endang Geulis, putrid dari Ki Danuwarsih. Ki Danuwarsih sendiri melihat tingkah laku putrinya, dan merestui putrinya menikah dengan Raden Walangsungsang.
Bersama istri dan adiknya, Raden Walangsungsang melanjutkan perjalanan. Kemudian mereka bermukim di tempat Syekh Datuk Kahfi untuk memperdalam agama Islam. Di tempat tersebut, Raden Walangsungsang diberi nama Ki Shomadullah. Syekh Datuk Kahfi atau dikenal juga dengan nama Syekh Idhopi, adalah penerus pemimpin pesantren Amparan Jati di Gunung Jati, menggantikan pemimpin pesantren sebelumnya bernama Syekh Nur Jati.
2.      Mbah Kuwu Cirebon
Beliau dianjurkan oleh gurunya, Raden Walangsungsang disuruh menemui Ki Gedeng Alang-alang atau Ki Gede Pengalang-alang) tujuan untuk membuka daerah baru. Raden Walangsungsang mendirikan Masjid yang bernama Sang Tajug Jalagrahan, sebagai tanda atau simbol pusat keagamaan, dan Masjid tersebut dikenal dengan Masjid Pejalagrahan. Daerah yang baru dibuka tersebut, dulu bernama Tegal Alang-alang, dan dikenal juga sebagai Kebon Pesisir, yang kelak dikenal sebagai pelabuhan Muara Jati. Dan lalu memindahkan pusat pemukiman ke pendukuhan Lemah Wungkuk.
Dalam perkembangan selanjutnya, dukuh Lemah Wungkuk menjadi sebuah kota dengan dukuh atau kampung lain di sekitarnya, dan diberi nama Cirebon atau Grage. Raden Walangsungsang dan Ki Gede Pengalang-alang adalah dwi tunggal yang tidak bisa dipisahkan. Ki Gede Pengalang-alang mendapat sebutan sebagai Kuwu Cirebon I, sedangkan Raden Walangsungsang juga mendapat sebutan sebagai Kuwu Cirebon II, dan Kuwu Cirebon II disebut dan dikenal Mbah Kuwu Sangkan Cirebon.
Hari jadi kota Cirebon ditandai pada tanggal 14 Kresna Paksa bulan Caitra tahun 1367 Saka atau bertepatan dengan 1 Muharam 849 Hijrah (8 April 1445 M).
3.      H. Abdullah Iman
Raden Walangsungsang dan Rara Santang dianjurkan oleh gurunya untuk pergi ke Tanah Suci. Di Mekah (Tanah Suci) ini, Raden Walangsungsang diberi gelar nama menjadi Haji Abdullah Iman. Sedangkan adiknya diberi gelar yang bernama menjadi Haji Syarifah Muda’im.
Kemudian adiknya Raden Walangsungsang menikah dengan Maulan Sultan Muhammad bergelar Syarif Abdullah keturunan Bani Hasyim putra Nurul Alim. Dan dari pernikahan tersebut, mereka memiliki anak yang bernama Maulana Syarif Hidayatullah atau dikenal sebagai Sunan Gunung Jati.
Raden Walangsungsang sempat bermikum selama 3 (tiga) bulan di Mekah (Tanah Suci). Selama di Tanah Suci, beliau belajar tasawuf dari Haji Bayanullah. Haji Bayanullah itu adalah seorang ulama yang sudah lama tinggal di Haramain. Selanjutnya, Raden Walangsungsang belajar fiqih di daerah Bagdad.
4.      Pangeran Cakra Buana
Kembali ke Tanah air, kemudian Raden Walangsungsang membangun atau mendirikan rumah besar. Tetapi, tak lama kemudian ada kabar bahwa kakeknya, Ki Gede Tapa (ayah dari Subanglarang) wafat. Raden Walangsungsang mendapatkan warisan berupa harta dan tahta di wilayah Mertasinga (Nagari Singapura), yang sebenarnaya jatuh kepada Subanglarang, ibunya.
Sedangkan Syahbandar Karawang dan pesantren Quro, diteruskan oleh cucunya yaitu Musanuddin. Musanuddin juga mempunyai beberapa nama gelar yaitu Lebe Musa, Lebe Uca, Syekh Bentong atau Syekh Gentong. Lebe adalah gelar yang diberi oleh masyarakat yang diberikan oleh para penghulu agung. Banyak yang menyatakan bahwa Syekh Gentong adalah anak angkat Syekh Quro. Sedangkan penghulu pertama di Karawang adalah Syekh Ahmad, Syekh Ahamad anak dari pernikahan antara  Syekh Quro dengan Ratna Sundari.
Raden Walangsungsang tidak meneruskan kekeuasaannya di Mertasinga. Beliau memindahakan harta warisannya di kota Cirebon. Rumah besar yang dimilikinya, dijadikan tempat keraton, yang sekarang dikenal dengan nama Keraton Pakungwati. Raden Walangsungsang pun membentuk pasukan, sebagai pakuan yang berdaulat, yang diberi nama Nagari Carubanlarang. Semenjak itu Raden Walangsungsang bergelar nama menjadi Pangeran Cakra Buana atau Cakra Bumi. Raja Pajajaran, Prabu Siliwangi, merestui dengan memberikan gelar Sri Mangana, dan dianggap sebagai cara untuk melegistimasi kekuasaan Pangeran Cakra Buana.
5.      Mbah Kuwu Sangkan
Kedatangan Syarif Hidayatullah menandai era baru kekuasaan dan penyebaran Islam di Jawa Barat. Setelah berguru di berbagai guru, kemudian tiba di Jawa. Dengan sepertujuan Sunan Ampel dan para wali lainnya disarankan untuk menyebarkan agama Islam di Tatar Sunda. Syarif Hidayatullah pergi ke Caruban larangan dan bergabung dengan uwaknya.
Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Translate

Popular Posts

Recent Posts

Total Tayangan Halaman